Langsung ke konten utama

Tangisan Sendu

Selepas keluar dari masjid, saat sholat dzhuhur tadi, Az terisak. Ia lari keluar sembari sesungukan, air matanya berderai, menangis tanpa suara. 

Saya yang menunggunya di motor agak sedikit kaget. Meski saya mengantar dan menungguinya sholat, tapi saya tidak memantau apa yang terjadi di dalam masjid. 

Tak lama setelah Az keluar, temannya juga keluar sambil bertanya : Az kenapa nangis, mi? 

Saya menggeleng. 

"Az belum mau cerita, tadi di dalam kenapa ya? Saya terpaksa bertanya kepada temannya. 

" Dia langsung nangis, mungkin ditinggalin Bi", jelas temannya. 

Sebenarnya Bi, adiknya memang keluar masjid saat sholat belum selesai. Tapi, saya rasa bukan itu penyebabnya. Az tidak akan menangis hanya karena di tinggal. 

Sambil memeluk dan menepuk punggungnya, saya mengajukan beberapa pertanyaan. 

Apakah ada yang marahi? 

Apakah ada yang memukul? 

Apakah ada yang menarik baju? 

Apakah ada yang menginjak kaki? 

Beragam pertanyaan yang saya pikir bisa menjadi isak tangisnya hanya dijawab dengan gelengan. 

Satu per satu jama'ah masjid berkeluaran, saya mulai tidak nyaman karena parkir tepat di depan pintu masjid. 

Akhirnya saya mengajak Az dan Bi pulang. Setelah di peluk dan diusap-usap punggungnya, Az sudah tenang. Tapi, saya belum mengetahui penyebab tangisannya. 

Hanya 5 menit mengendarai motor, akhirnya kami sampai di rumah. 

Selepas mengunci stang motor, kami masuk rumah setelah mengucapkan salam. 

Di rumah, setelah membuka baju sholat Az, saya bertanya lagi kenapa dia menangis. 

Baru dia mau bercerita, bahwa dia nangis karena terlambat sholat. 

Ya Allah. 

Bahkan tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. 

Memang dhuhur itu kami terlambat datang. Az baru siap memakai baju koko setelah azan selesai, padahal jarak azan ke iqomah saat dhuhur itu singkat banget, gak sampe lima menit malah. 

Dan di tengah perjalanan, sandal Az sempat terjatuh dan tertahan agak lama karena harus mengambil sandal yang jatuhnya cukup jauh dari posisi motor saat itu. 

Begitulah, akhirnya kami sampai masjid saat sudah rakaa'at kedua. 

Pikiran saya simple, kalau terlambat kan bisa tambah sendiri. 

Ternyata, tidak dengan Az. 

Terlambat berjama'ah itu ternyata menyedihkan untuknya. 

Sesuatu yang bahkan saya tidak mengira. 

Akhirnya setelah menghiburnya, kami membicarakan bagaimana agar kelak tidak terlambat lagi. 

Misalnya, ketika azan berkumandang, artinya kita sudah siap ke masjid. Bukan baru bersiap mencari baju koko. 

Tetapi, ketika qodarullah ada kejadian tak terduga, seperti sandal yang terjatuh kaya tadi. Maka, terlambat pun tak apa-apa karena kita sudah mengusahakan yang terbaik. Tinggal kita tambah sendiri raka'at yang tertinggal. 

Az mengangguk faham. 

MasyaAllah, semoga perasaan seperti itu akan selalu bersama Az. Rasa tidak nyaman jika harus tertinggal sholat berjama'ah. 

Barokallahu fiik kakak Az. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 8 : Visual is Work

Pekan lalu saya sempat di buat panik oleh Azka, yang siang itu demam dan langsung step di sore harinya. Kemudian berakhir dengan opname selama 4 hari di rumah sakit. Ceritanya sedikit panjang, tetapi intinya adalah bagaimana saya menangani ketika Azka step. Ini pertama kalinya Azka step, saya tentu saja panik luar biasa. Bersyukur tetangga di depan rumah saya seorang perawat. Saya benar benar blank. Tetapi fungsi visual dan auditori saya tetap bekerja, alhamdulillah. Saya melihat bagaimana mba perawat melakukan pertolongan pertama ke Azka, dan itu benar benar saya praktekkan selama perjalanan ke rumah sakit yang berjalan 4 kilometer dari rumah saya. Bagaimana dia menjaga alur pernafasan Azka supaya tetap baik dan memberi ganjalan di mulut Azka yang semakin merekat erat. Alhamdulillah berlahan kondisi Azka membaik. #harike8 #Tantangan10hari #GameLevel4 #GayaBelajarAnak #kuliahBunSayIIP

Cantik Rupanya, Menawan Keislamannya

"Bi ini kalau besar pasti cantik, kata tetangga di suatu pagi, mengomentari bungsu kami yang sedang asyik bermain bersama kakak. Saya tersenyum simpul mendengarnya, tak merespon dengan ucapan tetapi mendoakan dalam hati: semoga tidak hanya rupanya yang cantik, akhlak, akidah dan kesholihannya juga menawan. Ya, keindahan rupa adalah hak Allah, yang bisa menjadi karunia dan bisa juga menjadi bencana. Adalah takdir Bi dengan rupa yang begitu manis dipandang. Tapi, segala yang fana tak perlu terlalu di puja, cukup ucapkan Masya Allah pada keindahan penciptaanNya, karena ada yang lebih abadi: amal dan kebaikan yang tak bertepi. Kadang saya memikirkan bagaimana seorang Mushab bin Umair. Seseorang yang Allah takdirkan hadir dengan pahatan wajah yang mempesona, Namun, kesholihannya lebih mempesonakan lagi. Mushab dengan wajah tanpannya lalu menjadi duta Islam di Kota Yatsrib. Wajah memang hal yang paling pertama menarik pandangan, tetapi dengan keindahan pesona itu Mushab menyebarkan keba...

Day 5 : I want to Know Everything

Azka selepas pulang sekolah bersama kami (maksudnya kami pulang kerja dan dia pulang sekolah), setelah mengucapkan salam. Benar, saya yang mengucapkan salam dan Azka (belum) mulai mengikuti mengucapkan salam. Sambil masih di gendong biasanya Azka langsung menunjuk saklar lampu, meminta agar dia yang menyalakan lampu. Tentu saja saya membolehkan karena sayapun mengawasinya. Jika saklar sudah berpindah posisi dan lampu menyala, Azka langsung tertawa girang, kemudian melanjutkan menunjuk saklar lampu di ruangan sebelahnya. Begitu seterusnya sampai semua lampu di rumah kami menyala :) Beberapa kali juga saya mendapatinya mencoba meraih tombol di standing fan kami yang setinggi badannya, beberapa kali kipas angin itu terjatuh dan menimpanya. Tentu Azka menangis, lalu berhenti meraih tombolnya? Gaaakkk :) Saya memaklumi karena usia Azka adalah usia dimana dia sedang  Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, dan ingin menyentuh apa saja.  Itu normal dan wajar saja. Kewajiban sa...