Langsung ke konten utama

Cerita Khitan Kakak Az (part terakhir)

 Selepas Ashar, satu jam pas sunat selesai, efek bius sudah menjauh, rasa nyeri mulai menyapa.

"Ini obat yang tingkat anti nyerinya tertinggi Bu, gak ada obat yang benar-benar menghilangkan rasa sakit. Ada sih, namanya narkoba Bu tapi gak mungkin kan", dokter menjelaskan ketika menyerahkan obat-obatannya, bisa-bisanya sambil melucu bawa-bawa narkotika segala wkwk.

"Buuuunnnn", Az mulai memelas.

"Allah kuatkan kakak, sakitnya insya Allah lebih sedikit dibandingkan dengan manfaat dan kebaikannya kan Kak? Bunda selalu temani kakak kok". 

Saya tahu itu tak mudah, saya hanya berusaha berempati sebanyak-banyaknya, menvalidasi perasannya, mendampingi dan menghiburnya, mendoakan kekuatan dan kesabaran untuknya.

Alhamdulillah yutub juga ada sedikit kontribusnya, tontonan babybus, mobil tank, doraemon, upin ipin berhasil mengalihkan fokusnya. Ditawari games dia gak mau, cukup sekali aja, katanya.

Mungkin karena amat sangat jarang nonton, pas dibebasin memilih tontonan dia jadi happy :D

Menjelang malam, waktunya ke kamar mandi untuk pipis.

"Gak berani Bun, sakit. Aku takut,"rengeknya.

"Kita coba ya Kak, ini emang pertama buat kakak (dan Bunda juga sebenarnya-mendampingi anak disunat-). Kita coba dulu yaa...", bujuk saya.


Akhirnya setelah beraneka ragam bujukan, Kakak mau mencoba bangkit dari tidur dan berjalan ke kamar mandi, sambil dipapah. Sampe kamar mandi pun ternyata belum kelar, perlu usaha lagi agar dia mau mengeluarkan pipisnya.

Sabaaaarrrr, anaknya sabar, Bundanya juga harus sabar.

Sambil tetap meringis sembari berurai air mata, akhirnya drama perpipisan selesai.

Karena kakak Az mau ditemani Bunda terus, akhirnya Adek Bi tidur sama ayah, dan Bunda tidur bareng Az.

Oia tentang Bi, karena dia juga ngeliat pas Az disunat, dia jadi mellow. Justru dia yang nangis waktu dokternya nyunat Az, Az malah selllow karena gak ngerasain.  Dan Bi jadi gak mau ngeliat Az, katanya kasian kakak. Padahal tiap hari tengkar mulu :p

Menjelang tidur, saya ajak kakak Az ngobrol tentang Allah yang memberikan rasa takut dan juga rasa berani pada manusia. Allah juga memberikan akal kepada manusia, agar manusia bisa memilih mana yang akan dia utamakan : rasa takutnya atau rasa beraninya.

Saya juga menguatkan Az bahwa yang dia alami adalah hal yang pertama kali, wajar jika ada rasa takut, tapi Az harus bisa memilih. Karena dalam obrolan itu saya tau kalau Az mampu berdamai dengan rasa sakit tapi belum mampu mengontrol rasa takut.

Bertitik berat pada: pengalaman pertama, juga rasa takut dan rasa berani, itu yang ingin saya sampaikan dengan jelas ke Az.

Karena kelak dia akan terus bertemu dengan pengalaman pertama itu, dalam bentuk apapun. Saya ingin dia berani mencoba dahulu, mengecilkan rasa takutnya meski rasa itu terasa mendominasi.

Sebenarnya nasihat itu juga untuk saya, agar berani melangkah pada setiap hal yang pertama. Coba saja dulu, kalau tidak nyaman tak perlu dilanjutkan. Setidaknya kita pernah mencoba, walau sekali, walau mungkin tidak berhasil. 

Life goes on, and we just need to brave with it.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 8 : Visual is Work

Pekan lalu saya sempat di buat panik oleh Azka, yang siang itu demam dan langsung step di sore harinya. Kemudian berakhir dengan opname selama 4 hari di rumah sakit. Ceritanya sedikit panjang, tetapi intinya adalah bagaimana saya menangani ketika Azka step. Ini pertama kalinya Azka step, saya tentu saja panik luar biasa. Bersyukur tetangga di depan rumah saya seorang perawat. Saya benar benar blank. Tetapi fungsi visual dan auditori saya tetap bekerja, alhamdulillah. Saya melihat bagaimana mba perawat melakukan pertolongan pertama ke Azka, dan itu benar benar saya praktekkan selama perjalanan ke rumah sakit yang berjalan 4 kilometer dari rumah saya. Bagaimana dia menjaga alur pernafasan Azka supaya tetap baik dan memberi ganjalan di mulut Azka yang semakin merekat erat. Alhamdulillah berlahan kondisi Azka membaik. #harike8 #Tantangan10hari #GameLevel4 #GayaBelajarAnak #kuliahBunSayIIP

[Bunda Salihah] : Identifikasi Masalah

Perkuliahan yang dibuka dengan proses identifikasi masalah membuat saya menilik perjalanan dalam setahun ke belakang. Pertengahan 2020 adalah babak kehidupan baru yang mengubah kondisi, bermula dari proses resign yang menggantikan peran publik menjadi domestik, lalu bulan berikutnya berpindah tempat tinggal ke pinggiran kota yang tidak terakses oleh natura publik yang sebelumnya kami nikmati. Tentu saya harus berbalik kesini untuk menegaskan apakah sebab akibat dari proses kehidupan itu sebagai masalah atau hanya sekedar proses adaptasi yang harus dinikmati. Maka, saya ingin menjabarkannya secara terperinci. 1. Apakah kehilangan sebagian besar penghasilan adalah masalah buat saya? 2. Apakah kehilangan ritme kerja yang teratur, makan siang yang santai, diskusi pekerjaan yang menarik, akhirnya menjadi masalah buat saya? 3. Apakah kesulitan menikmati Natura publik (baca : nge- gofood) menjadi masalah bagi saya? 4. Apakah perubahan status Ibu Rumah Tangga menjadi masalah bagi saya? 5. Apak...

Day 4 : Bermain di Car Free Day

Minggu pagi, seperti biasa ayah sering sekali melakukan jogging di Lapangan Merdeka dan biasanya mengajak Azka. Selain untuk melancarkan kemampuan berjalannya (Azka sedang senang senang nya belajar berjalan) dan berinteraksi dengan berbagai macam orang. Saya kurang memahami apakah kemampuan interaksi Azka (interpersonal) menurun dari kami, karena baik saya maupun suami bukan tipikal orang yang mudah berbaur, yang sebenarnya lebih senang berada di dalam rumah :). Tetapi saya tetap mengajak Azka ke tempat tempat keramaian agar tetap berinteraksi dengan sekitarnya. Meski Azka terkadang masih tetap asik sendiri, tetapi dia terlihat menikmati acara jalan jalannya :) #tantangan_hari_ke4 #kelasbunsayiip3 #game_level_3 #kami_bisa