Amru bin Abdullah pernah berkata kepada isteri yang menyusui bayinya, “Janganlah engkau menyusui anakmu seperti hewan yang menyusui anaknya karena didorong kasih sayangnya kepada anak. Akan tetapi susuilah dengan niat mengharap pahala dari Allah dan agar ia hidup melalui susuanmu itu. Mudah-mudahan ia kelak akan bertauhid kepada Allah Subhanahuwata’ala.
Ketika tulisan ini dibuat, usia baby Azka baru 8 bulan, masih 16 bulan lagi menuju final penyapihan.
Tulisan ini dibuat sebagai pengingat bagi aku, sebagai pengikat ilmu yang kupahami, sebagai pegangan saat babak penyapihan dimulai.
Baiklah...
Beberapa hari ini aku sedang mencoba mencari ilmu ilmu tentang penyapihan. Kenapa sekarang? Karena rasanya cukup menyedihkan saat aku baru belajar ilmu menyusui setelah Azka lahir, mengapa tidak dari dulu, demikian pikirku.
Begitulah, terkadang kita belajar berenang setelah pernah kelelep :)
Jadi, mumpung Azka masih usia 8 bulan aku pun mulai belajar bagaimana proses penyampihan yang benar, menyenangkan dan penuh cinta.
Terus terang aku tidak menyukai metode menyapih dengan brotowali yang super pahit itu, atau dengan kesumba merah macam darah segar atau apapun yang membuat anak shock, sedih atau mungkin trauma.
Karena aku pikir, seharusnya menyapih sama seperti ketika pertama kali kita menawarinya menyusu. Apakah masih inget ketika proses IMD (Inisiasi Menyusui Dini) berlangsung? Ada rasa haru penuh cinta, kasih yang berlimpah. Anak senang dan ibu bahagia.
Ketika kita memulainya dengan cinta? Mengapa mengakhirinya dengan derita? *aduh mengapa kalimat ini kaya lirik lagu sihh :D
Menyusui, seperti yang diperintahkan oleh Allah, proses sempurnanya adalah 2 tahun.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (Luqman: 14)
Merujuk ke kedua ayat di atas, maka aku akan berprinsip bahwa proses menyusui Azka akan berlangsung selama 2 tahun. Bagaimana jika lebih? 2 tahun 1 hari? 2 tahun 1 bulan?
Hingga tulisan ini aku buat, aku belum menemukan referensi agama yang menyebutkan apakah boleh atau tidak :)
Tapi menurut aku, jika 2 tahun menurut Allah adalah sempurna, rasanya aku gak perlu menambah sedikit pun, sempurna menurut siapa lagi yang aku cari :)
Belakangan ini ada metode menyapih yang menurutku humanis sekali, WWL atau Weaning With Love, menyapih dengan Cinta. Ini menjawab penasaranku dengan metode menyapih yang menyenangkan.
Pada prinsipnya adalah keikhlasan kedua belah pihak, anak dan ibu, ketika proses menyapih berlangsung. Dan juga tidak menawarkan tetapi tidak menolak ketika anak meminta ASI. Semua tentang cinta, bahagia, gembira dan menyenangkan. Dimulai dengan sounding negoisasi yang hangat dan diakhir dengan tuntasnya menyapih dengan cinta.
Ketika aku berkeinginan menerapkan metode ini, aku mencoba mempelajari pengalaman ibu lainnya yang terlebih dahulu menjadi user. Menyenangkan memang tetapi aku sedikit kurang sreg ketika akhirnya proses menyapih itu menjadi lebih dari 2 tahun.
Mungkin karena prinsipnya adalah tidak menawarkan dan tidak menolak ini lah sehingga ketika ade kecil yang lucu dan imut itu meminta ASI, kita tidak kuasa untuk mengatakan tidak.
Akhirnya aku mencoba mencari metode lain hingga aku terdampar di grup parenting Nabawiyah yang sedang membicarakan proses penyapihan. Parenting Nabawiyah adalah ilmu pengasuhan anak yang merujuk ke pengasuhan versi Nabi.
Bagaimana Nabi yang mulia mengasuh dan membesarkan anak anaknya, itulah yang di pelajari dan diaplikasikan.
Di metode ini memasukkan prinsip Ketaatan dalam prosesnya.
Jadi begini, jika di metode WWL soundingnya adalah : Anak bunda yang hebat, kalau sudah umur 2 tahun menyusu nya berhenti ya, karena adek sudah besar.
Maka di parenting Nabawiyah, soundingnya akan menjadi seperti ini : Anak bunda yang hebat, Allah yang Menciptakan kita memerintahkan agar berhenti menyusu kalau adek sudah 2 tahun.
Ya ada pesan yang diselipkan dalam proses sounding negoisasi tersebut : pesan agar taat kepada perintah Allah SWT.
Berbicara tentang taat, aku jadi teringat dengan materi pendidikan berbasis fitrah, disebutkan bahwa anak usia 0-7 tahun yang harus ditekankan adalah fitrah keimanan dan ketauhidan.
Usia dimana kita harus mengajarkan tentang Allah, penciptaanNya, kekuasaanNya dan juga ketaatan kepadaNya.
Mungkin inilah korelasinya bahwa menyapih adalah ujian pertama dari pembelajaran tentang ketaatan kepada Allah.
Tentang sounding, aku kagum sekali dengan proses penyapihan keponakanku.
Di usia 1,5 tahun ibunya sudah melakukan sounding : Anak bunda sholih, Allah meminta kakak kalau sudah usia 2 tahun agar berhenti menyusu ya. 6 bulan lagi menyusunya selesai ya..
5 bulan menjelang 2 tahun
"Kakak, menyusunya tinggal 5 bulan lagi ya..
Demikian terus dilakukan sounding dengan cara menghitung mundur, sisa 4 bulan lagi, tinggal 3 bulan lagi, tinggal 2 bulan lagi, sisa 1 bulan lagi, sisa 30 hari lagi, sisa 29 hari lagi, sisa 3 hari lagi, sisa 2 hari lagi hingga menyusunya hanya sampai besok saja.
Dan apa yang terjadi di usia nya pas 2 tahun?
Seharian adek kecil itu asik bermain, bermain sepanjang hari, tidak meminta ASI seperti biasanya.
Ibunya yang penasaran tidak tahan untuk bertanya : Kakak gak minta ASI?
Kakak menggeleng sambil bilang : Gak bun, sudah habis.
Entah apa artinya sudah habis itu, apa jatahnya yang habis atau ASI nya yang habis. Hanya dia yang tau :). Anaknya pun kalo sekarang ditanya juga sudah lupa kenapa dia bilang sudah habis :)
The power of Sounding
Sepertinya inilah yang akan aku aplikasikan dalam proses menyapih Azka nanti perpaduan antara WWL dan Parenting Nabawiyyah.
Karena semua tentang cinta, negoisasi, sounding, keihkhlasan dan terpenting adalah ketaatan.
Gimana nanti kalo Azka tetap minta ASI meski sudah 2 tahun, meski sudah di sounding setiap waktu?
Pe-er besarku adalah memantapkan konsep keimanannya, bagaimana menerapkan suka tidak suka, ingin tidak ingin, boleh dan tidak dengan berpijak ke ketaatan kepada Allah.
Dan pe-er terbesar adalah memantapkan diriku, ibunya, dengan menjadikan Allah sebagai landasan di setiap langkah dan keputusan. Tidak mudah namun harus diperjuangkan.
Karena ketika proses menyapih, yang paling baper adalah ibunya, dan yang paling bahagia adalah ayahnya *apasih :p
Cheers,
Bunda Azka
Ibu muda yang masih belajar
Komentar
Posting Komentar