Aku seorang perempuan, usiaku 28 tahun. Tahun ini adalah
tahun kelima dari pernikahanku. Tahun dimana keromantisan semakin memudar, berganti dengan persahabatan yang saling memahami.
Tapi aku semakin payah, seiring anak yang semakin banyak
tingkah, juga suami yang pulang dengan membawa sejuta lelah, sampai aku tak
mampu lagi sekedar berkeluh kesah.
Tiba-tiba saja, aku menyadari. Ada cinta dari lelaki lain,
yang begitu berlimpah.
Dia, seorang pria lain. Bukan suamiku.
Aku masih inget hari itu, hujan deras yang sedari siang
hingga aku pulang kantor dengan basah kuyup. Sialnya, aku baru inget semalam
jas hujanku dipinjam suami, saat dia membelikanku sebungkus nasi goreng. Tiba
di rumah dengan tubuh yang menggigil, suamiku belum tiba. Priaku menyambutku,
memelukku erat, mengalirkan kehangatan. Sungguh, aku semakin cinta.
Tak jarang kulihat tatapan cemburu dari suamiku, ketika aku terlalu asik berduaan dengan priaku atau dengan mata berbinar keceritakan kebaikan priaku padanya. Dia benar-benar cemburu. Terlihat jelas. Namun, suamiku tak mampu melarangku bersama priaku, karena dia tau aku telah berkali kali jatuh cinta pada pria itu.
Tak jarang kulihat tatapan cemburu dari suamiku, ketika aku terlalu asik berduaan dengan priaku atau dengan mata berbinar keceritakan kebaikan priaku padanya. Dia benar-benar cemburu. Terlihat jelas. Namun, suamiku tak mampu melarangku bersama priaku, karena dia tau aku telah berkali kali jatuh cinta pada pria itu.
Di lain waktu, dikeheningan subuh. Aku memotong-motong
sayur, seorang diri karena suamiku masih terlelap. Tiba tiba aku merasa
belakangku dipeluk. Priaku, dengan senyumnya yang menggoda. Bahkan aku rela
menunda kegiatan memasak, hanya untuk mengecupnya berulang ulang.
Priaku, selalu baik kepadaku. Apapun yang kulakukan dia akan
memahaminya, senyum selalu terpasang di wajahnya.
Pernah di suatu waktu, aku begitu marah. Kurasa dia sedang
banyak maunya dan aku juga sedang ingin dimengerti. Aku berteriak kepadanya.
Kulihat ekspresi sedih di wajahnya, tetes air mata berlahan membasahi pipinya.
Aku merasa bersalah dan mengurung diri dalam kamar. Priaku berulang kali
mengetuk pintu memanggilku. Pintu kubuka dan kutatap wajahnya, dia tersenyum.
Ya Allah, Engkau sungguh baik, mengirimkan malaikat kerumah kami, dalam wujud
priaku.
Juga dimalam malam panjang, terkadang dia terbangun. Hanya
untuk mencariku. Kemudian kembali terlelap di pelukanku. Sungguh, romantis
sekali.
Seburuk apapun aku, sejahat apapun aku padanya, sekeras
apapun aku berteriak, dia selalu menyebutku : sebagai yang terbaik. Dan itu
yang selalu membuatku menyesal berulang ulang.
Terimakasih priaku, karena selalu menyebutku : bunda.
Dedicated for my first son, Azka Raihan Alfatih.
Komentar
Posting Komentar